Pernah gak membaca atau mendengar kalimat-kalimat seperti di atas? Kalau pernah, sama berarti. Budaya otaku memang tidak lepas dari anggapan miring para normies. Orang-orang yang suka dengan hobi jejepangan, serta gemar menonton anime maupun kartun, bisa jadi mendapatkan sindiran seperti di atas jika tidak menyembunyikan hobinya. Sebenarnya, tidak hanya di kalangan perotakuan saja yang mendapat sindiran sejenis. Apapun yang menurut para "orang normal" itu tidak lazim, maka paling tidak di pikiran mereka terbersit rasa nyinyir terhadap hal tersebut. Ini wajar, namun bukan berarti tidak perlu diluruskan.
Jadi gini, dalam dunia sastra,,,
"Lho kok nyambungnya ke sastra? Emangnya anime itu termasuk sastra ya?"
Lha ya iyalah. Wong film aja termasuk karya sastra, berarti anime ya sejenis dengan itu. Anime juga dibuat berdasarkan script dari director-nya. Ada kerangka terstruktur, dan draft dialognya. Nah dalam kesusastraan itu ada yang namanya genre. Genre anime itu kurang lebih sama luasnya dengan movie, hanya merambah ke ranah yang berbeda. Coba kita tengok sebentar gambar di bawah.
sumber: MAL
Bisa dilihat bahwa banyak sekali genre yang sangat spesifik. Ada anime bergenre horror, magic, drama, dll (gak usah hiraukan yang di-blur yah

Sedangkan anime yang bergenre harem, ecchi, seinen, dll itu kalau tidak disertai label kids, maka sebenarnya ditujukan kepada audiens remaja dan dewasa. Masa iya sih mau nunjukin anime berdarah-darah kaya Corpse Party, Berserk, atau Attack on Titan kepada anak-anak? Atau anime dengan muatan filosofis dan berat seperti Monster, Fullmetal Alchemist, dan Death Note?
Selama ane melewati bertahun-tahun hidup ane bersama anime, ane berani berpendapat bahwa jika suatu anime bertema mature, maka studio pembuatnya itu tidak akan memandang penonton sebagai anak-anak, serta karakter yang ada di animenya meskipun berwujud anak-anak, maka tidak seperti anak-anak di dunia nyata. Mereka bisa saja melontarkan pernyataan yang bagi ane pun terlampau dewasa untuk seumurannya. Coba saja amati di cerita-cerita shonen (ditujukan untuk audiens remaja), dimana ada karakter berumur 18-19 tahunan desain karakternya seperti umur 11-12 tahun.Ya itu sih hanya contoh dari desain style-nya saja.
Nah untuk anime for kids, banyak lha ya contohnya kayak Doraemon, Kemono Friends, Pingu in The City, atau bahkan Tayo yang sering diputar di RTV. Atau mungkin Upin Ipin


Di sini yang sering ane jumpai kadang ada stereotype orang yang mendapati temannya yang sudah bisa dibilang dewasa masih nonton anime, terus digosipin di belakang, itu sifat yang gak gentle dan berpikiran sempit. Karena manusia itu dinilai dari tindak-tanduknya kepada orang lain, bagaimana dia berinteraksi dan mengekspresikan diri di masyarakat. Selama otaku tersebut masih di batas wajar, ya perlakukanlah secara normal, dan bedakan dengan Weeaboo. Nah makhluk apa itu Weeaboo/wibu?
Wibu merupakan spesies asing yang baru-baru ini ditemukan. Mereka bersifat toxic, dan butuh diruqyah supaya dapat di-reborn sebagai manusia asli. Mereka punya budaya, namun tidak menghargainya. Mereka punya negara, namun mengidolakan negara lainnya. Mereka adalah makhluk yang belum sadar akan jati dirinya. Nah makhluk-makhluk seperti inilah yang butuh konseling ke guru BK, dan patut dikasihani.
Anyway, sekian dari ane selaku newbie yang mencoba menjadi otaku bijaksana.
sumuer
No comments:
Post a Comment