Monday, 3 December 2018

Sudah Berumur Suka Nonton Anime?


Pernah gak  membaca atau mendengar kalimat-kalimat seperti di atas? Kalau pernah, sama berarti. Budaya otaku memang tidak lepas dari anggapan miring para normies. Orang-orang yang suka dengan hobi jejepangan, serta gemar menonton anime maupun kartun, bisa jadi mendapatkan sindiran seperti di atas jika tidak menyembunyikan hobinya. Sebenarnya, tidak hanya di kalangan perotakuan saja yang mendapat sindiran sejenis. Apapun yang menurut para "orang normal" itu tidak lazim, maka paling tidak di pikiran mereka terbersit rasa nyinyir terhadap hal tersebut. Ini wajar, namun bukan berarti tidak perlu diluruskan.
Jadi gini, dalam dunia sastra,,,
"Lho kok nyambungnya ke sastra? Emangnya anime itu termasuk sastra ya?"
Lha ya iyalah. Wong film aja termasuk karya sastra, berarti anime ya sejenis dengan itu. Anime juga dibuat berdasarkan script dari director-nya. Ada kerangka terstruktur, dan draft dialognya. Nah dalam kesusastraan itu ada yang namanya genre. Genre anime itu kurang lebih sama luasnya dengan movie, hanya merambah ke ranah yang berbeda. Coba kita tengok sebentar gambar di bawah.
 sumber: MAL

Bisa dilihat bahwa banyak sekali genre yang sangat spesifik. Ada anime bergenre horror, magic, drama, dll (gak usah hiraukan yang di-blur yah emoticon-Big Grin). Tentu saja yang paling banyak yaitu di genre action. Nah, ada juga yang bergenre kids. Anime-anime yang bergenre kids itulah yang memenuhi kriteria yang cocok untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Kalau dalam peratingan film itu dapat rating "G", atau general, dimana siapapun dapat menontonnya termasuk anak-anak, tanpa pengawasan orang dewasa.
Sedangkan anime yang bergenre harem, ecchi, seinen, dll itu kalau tidak disertai label kids, maka sebenarnya ditujukan kepada audiens remaja dan dewasa. Masa iya sih mau nunjukin anime berdarah-darah kaya Corpse Party, Berserk, atau Attack on Titan kepada anak-anak? Atau anime dengan muatan filosofis dan berat seperti Monster, Fullmetal Alchemist, dan Death Note?
Selama ane melewati bertahun-tahun hidup ane bersama anime, ane berani berpendapat bahwa jika suatu anime bertema mature, maka studio pembuatnya itu tidak akan memandang penonton sebagai anak-anak, serta karakter yang ada di animenya meskipun berwujud anak-anak, maka tidak seperti anak-anak di dunia nyata. Mereka bisa saja melontarkan pernyataan yang bagi ane pun terlampau dewasa untuk seumurannya. Coba saja amati di cerita-cerita shonen (ditujukan untuk audiens remaja), dimana ada karakter berumur 18-19 tahunan desain karakternya seperti umur 11-12 tahun.Ya itu sih hanya contoh dari desain style-nya saja.
Nah untuk anime for kids, banyak lha ya contohnya kayak Doraemon, Kemono Friends, Pingu in The City, atau bahkan Tayo yang sering diputar di RTV. Atau mungkin Upin Ipin emoticon-Big Grin. Meskipun ane gak dapat menyangkal bahwa anime-anime dari studio Ghibli dapat ditonton anak-anak sampai orang tua, dan semua bisa punya interpretasi yang berbeda-beda. Nah yang menjadi masalah adalah berbahaya atau tidaknya muatan yang diterima untuk pertumbuhan psikologis anak-anak. Jikalau memang gan/sis mendapati anak-anak yang menonton Highschool DxD, ya mbok dinasehati lho yaaa.. jangan malah ikut nonton dan mencoba memberikan apa amanat yang terkandung di dalamnya emoticon-Big Grin. Karena banyak juga kok shit anime yang beredar dan tidak membawa manfaat sama sekali bagi penontonnya. Jika memang ada anime yang ditonton oleh audiens yang bukan sasarannya, maka janganlah salahakan animenya, salahkanlah yang mendistribusikannya, dan juga pembuatnya. Namun terlepas dari itu lebih banyak lagi anime yang dapat memberikan pelajaran hidup (kalo bisa nangkepnya) dan dapat juga berfungsi sebagai hiburan pelepas penat, atau bahkan penghantar tidur! Selama gan/sis tidak terobsesi terlalu dalam ya monggo-monggo aja.
Di sini yang sering ane jumpai kadang ada stereotype orang yang mendapati temannya yang sudah bisa dibilang dewasa masih nonton anime, terus digosipin di belakang, itu sifat yang gak gentle dan berpikiran sempit. Karena manusia itu dinilai dari tindak-tanduknya kepada orang lain, bagaimana dia berinteraksi dan mengekspresikan diri di masyarakat. Selama otaku tersebut masih di batas wajar, ya perlakukanlah secara normal, dan bedakan dengan Weeaboo. Nah makhluk apa itu Weeaboo/wibu?
Wibu merupakan spesies asing yang baru-baru ini ditemukan. Mereka bersifat toxic, dan butuh diruqyah supaya dapat di-reborn sebagai manusia asli. Mereka punya budaya, namun tidak menghargainya. Mereka punya negara, namun mengidolakan negara lainnya. Mereka adalah makhluk yang belum sadar akan jati dirinya. Nah makhluk-makhluk seperti inilah yang butuh konseling ke guru BK, dan patut dikasihani.
Anyway, sekian dari ane selaku newbie yang mencoba menjadi otaku bijaksana.




sumuer 

No comments:

Post a Comment