Saturday, 8 December 2018

Bedanya Kebahagiaan dan Kesenangan?


Pada intinya kita semua adalah bagian dari masyarakat pencari kesenangan. Kebanyakan dari kita menghabiskan energi untuk mencari kesenangan, dan disaat bersamaan kita semua cenderung menghindari penderitaan.  

Tapi apakah kesenangan selalu sama dengan kebahagiaan? Nggak juga. Sebab ternyata ada perbedaan besar antara kebahagiaan dan kesenangan. 

Apa Bedanya Kebahagiaan dan Kesenangan?

Kesenangan berarti momen perasaan sementara yang disebabkan oleh faktor dari luar. Misalnya ketika kamu memakan menu yang sangat lezat, gaji kita naik, dan lain sebagainya. Tapi karena sifatnya sementara, kesenangan tidak akan berlangsung selamanya. Kalau faktor pemicu kesenangannya hilang, maka hilang juga kesenangan yang dialami. 

Tapi sebagian besar orang tampaknya kecanduan dengan kesenangan yang sifatnya sesaat. Bukankah kita senang mengkonsumsi segala macam hal yang sifatnya memberi kesenangan sementara? Kita mungkin senang main game selama empat jam setiap hari, dan kegiatan macam itu kita lakukan setiap hari. Nah, main game selama empat jam sehari itu yang sering kita sebut sebagai kesenangan sementara. 

Apakah kesenangan sementara identik dengan kebahagiaan? Ternyata tidak. Ada sebuah masalah yang muncul ketika kita berusaha menyamakan kesenangan dan kebahagiaan. Sebab semua orang cenderung terjebak pada persepsi bahwa kebahagiaan mesti ada pemicunya. Tapi ketika pemicu itu hilang, ikut hilang pula kebahagiaan.

Nah, sampai di sini kita berhadapan dengan rumusan kedua: kebahagiaan tidak identik dengan kesenangan sesaat. Maksudnya begini: kalau kamu senang memakan chips, misalnya, maka ketika chips itu tidak ada, kamu akan merasa baik-baik saja. 


Seseorang bisa merasa bahagia ketika menikmati chips, namun tidak tergantung pada chips untuk meraih kebahagiaan. Hidup dan kebahagiaan seseorang tidak tergantung pada seberapa banyak chips yang dimakan dalam sehari. Terdengar rumit? Mari kita coba simak satu kasus Thomas, pencari kebahagiaan.

Thomas berhadapan dengan seorang psikolog. Dia adalah seorang pria, lebih tepatnya pebisnis, dengan kemakmuran dan keamanan finansial. Hidupnya juga terasa lengkap, berkat kehadiran istri yang cantik dan anak-anak yang sehat. Thomas memiliki rumah yang bagus dan banyak waktu luang untuk menikmati hidup. Masalahnya adalah: Thomas tidak bahagia.

Dari luar Thomas tampak bahagia, dan dia memang memiliki segala pra-syarat kebahagiaan. Terkadang dia menikmati satu momen kesenangan sementara, seperti ketika menonton pertandingan sepakbola atau bersosialisasi dengan kawan-kawan dekatnya. Tetapi di luar kesenangan macam itu, dia kerap merasa depresi dan sering mengalami kecemasan. 

Saking parahnya kecemasan yang dialami Thomas, dia sering mengalami sakit perut. Thomas sudah berkonsultasi dengan dokter, dan sumber penyakitnya itu berasal dari rasa stres. Thomas kemudian pergi ke seorang psikolog untuk mencari solusi.

Dalam sebuah sesi konsultasi dengan psikolog, diketahui belakangan bahwa keinginan terdalam Thomas adalah mengontrol orang dan segala macam kejadian yang ada di sekitarnya. Di lubuk hatinya, Thomas ingin segala sesuatu berjalan seperti maunya, dan percaya bahwa caranya itu akan berhasil. 

Dalam kehidupan nyata, Thomas selalu mengkritik istri, teman, anak-anaknya, bahkan pekerjanya. Dia percaya bahwa dirinya benar dan mereka salah, dan Thomas juga percaya bahwa tugasnya adalah untuk membetulkan mereka dengan penilaian dan kritik. Masalahnya bukan hanya kritik yang dilontarkan Thomas, tapi juga pemaksaan kepada orang lain supaya melakukan sesuatu seperti apa maunya. Tadinya cara seperti itu berhasil, dan memberikan kesenangan sementara kepada Thomas. Tapi ketika sakit perutnya semakin parah, dia akhirnya berkonsultasi kepada psikolog.

Sang psikolog dan Thomas mulai bekerja bersama mencari akar kebahagiaan yang bisa menyelesaikan masalah Thomas. Akarnya sederhana: Thomas akhirnya memilih untuk menjadi orang yang ramah, peduli, penuh kasih sayang, sekaligus lemah lembut dengan dirinya sendiri dan orang lain. Sederhananya, Thomas belajar bahwa kebahagiaan alami akan datang ketika dia mampu menunjukkan keramahan dan cinta, tidak hanya kepada dirinya sendiri, melainkan kepada orang lain juga. Sejak itu, sakit perutnya pergi dan lenyap begitu saja.

Dari Thomas mungkin kita semua bisa belajar satu hal: kebahagiaan utuh takkan bisa didapat dari kesenangan sesaat. Mungkin rumusnya begini: kalau kita merasa senang akan sesuatu, bukan berarti kita lantas merasa bahagia dengan apa yang kita senangi. 


sumur : disni

Tuesday, 4 December 2018

Alasan kenapa orang suka pake baju Hitam (Tertentu)



Coba tengok isi lemari Anda dan perhatikan, deh, warna baju apa yang paling dominan? Kalau hitam adalah jawabannya, Anda enggak sendirian.


Warna hitam memang punya banyak penggemar, dan nggak hanya laki-laki yang senang memakai baju warna hitam, tetapi juga perempuan.

Namun kira-kira apa saja, ya, alasan orang-orang senang sekali mengoleksi baju serba hitam? 

Tapi kalau ane sendiri lebih suka warna putih, Alasannya hampir sama dengan dibawah ini


Yuk simak hasil survei terhadap 1000 orang di Inggris yang digelar perusahaan garmen Buyshirtonline berikut ini!


1. Meningkatkan rasa percaya diri

Secara keseluruhan, survei tersebut menyebutkan sebanyak 56% respondennya menyukai warna hitam sebagai warna kepercayaan diri. Dibagi berdasarkan gender, 48% perempuan menyukai pakaian hitam sedangankan pada laki-laki, sebanyak 64% menganggap warna ini bisa menaikkan percaya diri untuk berbagai kesempatan, misalnya saat kencan atau bahkan wawancara kerja.


2. Lebih menarik di mata lawan jenis

Kalau di mata laki-laki warna merah menempati urutan pertama (56%) sebagai warna baju perempuan yang paling menarik saat kencan, warna hitam menempati posisi teratas dari perspektif wanita (66%).

Hitam 'cuma' menempati urutan kedua (38%) saja di mata laki-laki sebagai warna baju paling seksi untuk dipakai perempuan saat kencan, tetapi tetap saja warna ini bisa jadi pertimbangan.


3. Memberi kesan lebih cerdas

Warna merah memang terkesan seksi dan atraktif, tetapi di saat yang sama mayoritas responden juga menyebut warna tersebut lekat dengan arogansi. Sementara itu, hitam mendominasi persepsi bahwa pemakai warna ini mengesankan inteligensia lebih tinggi (45%) disusul warna biru (35%) dan hijau (17%).


4. Warna andalan

Setiap orang punya power color alias warna andalannya masing-masing. Kalau memakai baju serba hitam rasanya bagai memakai kostum superhero versi Anda sendiri, itu hal yang wajar.

Alasan ini jugalah yang dikemukakan salah satu penulis di New York Times, Katharine Jose. Katanya, memakai baju warna hitam membuatnya mampu memegang kendali. "Warna itu membantu saya mengendalikan beberapa hal di dunia yang, kau tahu, semuanya serba tak terduga ini," ungkapnya seperti dikutip dari Mic


5. Penampilan yang berkelas

Ingat tidak, kutipan legendaris dari Coco Chanel yang mengatakan bahwa kesederhanaan adalah kunci dari penampilan yang elegan? Well, nggak heran, kan, kalau warna hitam kerap menjadi warna yang paling sering dipakai untuk gaun malam atau busana formal. Memakai baju serba hitam juga memudahkan Anda tampil berkelas tanpa pusing memadu-padankan warna busana yang akan Anda pakai. Sederhana, misterius, tetapi juga solid dan berkelas, warna hitam memang warna sepanjang masa yang nggak ada matinya




sumur 

Monday, 3 December 2018

Sudah Berumur Suka Nonton Anime?


Pernah gak  membaca atau mendengar kalimat-kalimat seperti di atas? Kalau pernah, sama berarti. Budaya otaku memang tidak lepas dari anggapan miring para normies. Orang-orang yang suka dengan hobi jejepangan, serta gemar menonton anime maupun kartun, bisa jadi mendapatkan sindiran seperti di atas jika tidak menyembunyikan hobinya. Sebenarnya, tidak hanya di kalangan perotakuan saja yang mendapat sindiran sejenis. Apapun yang menurut para "orang normal" itu tidak lazim, maka paling tidak di pikiran mereka terbersit rasa nyinyir terhadap hal tersebut. Ini wajar, namun bukan berarti tidak perlu diluruskan.
Jadi gini, dalam dunia sastra,,,
"Lho kok nyambungnya ke sastra? Emangnya anime itu termasuk sastra ya?"
Lha ya iyalah. Wong film aja termasuk karya sastra, berarti anime ya sejenis dengan itu. Anime juga dibuat berdasarkan script dari director-nya. Ada kerangka terstruktur, dan draft dialognya. Nah dalam kesusastraan itu ada yang namanya genre. Genre anime itu kurang lebih sama luasnya dengan movie, hanya merambah ke ranah yang berbeda. Coba kita tengok sebentar gambar di bawah.
 sumber: MAL

Bisa dilihat bahwa banyak sekali genre yang sangat spesifik. Ada anime bergenre horror, magic, drama, dll (gak usah hiraukan yang di-blur yah emoticon-Big Grin). Tentu saja yang paling banyak yaitu di genre action. Nah, ada juga yang bergenre kids. Anime-anime yang bergenre kids itulah yang memenuhi kriteria yang cocok untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Kalau dalam peratingan film itu dapat rating "G", atau general, dimana siapapun dapat menontonnya termasuk anak-anak, tanpa pengawasan orang dewasa.
Sedangkan anime yang bergenre harem, ecchi, seinen, dll itu kalau tidak disertai label kids, maka sebenarnya ditujukan kepada audiens remaja dan dewasa. Masa iya sih mau nunjukin anime berdarah-darah kaya Corpse Party, Berserk, atau Attack on Titan kepada anak-anak? Atau anime dengan muatan filosofis dan berat seperti Monster, Fullmetal Alchemist, dan Death Note?
Selama ane melewati bertahun-tahun hidup ane bersama anime, ane berani berpendapat bahwa jika suatu anime bertema mature, maka studio pembuatnya itu tidak akan memandang penonton sebagai anak-anak, serta karakter yang ada di animenya meskipun berwujud anak-anak, maka tidak seperti anak-anak di dunia nyata. Mereka bisa saja melontarkan pernyataan yang bagi ane pun terlampau dewasa untuk seumurannya. Coba saja amati di cerita-cerita shonen (ditujukan untuk audiens remaja), dimana ada karakter berumur 18-19 tahunan desain karakternya seperti umur 11-12 tahun.Ya itu sih hanya contoh dari desain style-nya saja.
Nah untuk anime for kids, banyak lha ya contohnya kayak Doraemon, Kemono Friends, Pingu in The City, atau bahkan Tayo yang sering diputar di RTV. Atau mungkin Upin Ipin emoticon-Big Grin. Meskipun ane gak dapat menyangkal bahwa anime-anime dari studio Ghibli dapat ditonton anak-anak sampai orang tua, dan semua bisa punya interpretasi yang berbeda-beda. Nah yang menjadi masalah adalah berbahaya atau tidaknya muatan yang diterima untuk pertumbuhan psikologis anak-anak. Jikalau memang gan/sis mendapati anak-anak yang menonton Highschool DxD, ya mbok dinasehati lho yaaa.. jangan malah ikut nonton dan mencoba memberikan apa amanat yang terkandung di dalamnya emoticon-Big Grin. Karena banyak juga kok shit anime yang beredar dan tidak membawa manfaat sama sekali bagi penontonnya. Jika memang ada anime yang ditonton oleh audiens yang bukan sasarannya, maka janganlah salahakan animenya, salahkanlah yang mendistribusikannya, dan juga pembuatnya. Namun terlepas dari itu lebih banyak lagi anime yang dapat memberikan pelajaran hidup (kalo bisa nangkepnya) dan dapat juga berfungsi sebagai hiburan pelepas penat, atau bahkan penghantar tidur! Selama gan/sis tidak terobsesi terlalu dalam ya monggo-monggo aja.
Di sini yang sering ane jumpai kadang ada stereotype orang yang mendapati temannya yang sudah bisa dibilang dewasa masih nonton anime, terus digosipin di belakang, itu sifat yang gak gentle dan berpikiran sempit. Karena manusia itu dinilai dari tindak-tanduknya kepada orang lain, bagaimana dia berinteraksi dan mengekspresikan diri di masyarakat. Selama otaku tersebut masih di batas wajar, ya perlakukanlah secara normal, dan bedakan dengan Weeaboo. Nah makhluk apa itu Weeaboo/wibu?
Wibu merupakan spesies asing yang baru-baru ini ditemukan. Mereka bersifat toxic, dan butuh diruqyah supaya dapat di-reborn sebagai manusia asli. Mereka punya budaya, namun tidak menghargainya. Mereka punya negara, namun mengidolakan negara lainnya. Mereka adalah makhluk yang belum sadar akan jati dirinya. Nah makhluk-makhluk seperti inilah yang butuh konseling ke guru BK, dan patut dikasihani.
Anyway, sekian dari ane selaku newbie yang mencoba menjadi otaku bijaksana.




sumuer 

Alasan Kenapa Pacaran Tidak Perlu di Publikasikan



Kalau mau dirunut ke belakang, pacaran saat remaja sampai awal dewasa merupakan puncaknya mengumbar kebersamaan. Apalagi dengan adanya media sosial. Duh, rasanya setiap hal yang berhubungan sama pacar selalu ingin diumbar. 

Mulai dari foto berdua, barang kesayangan dia, bahkan sampai hal seprivat percakapan pun juga tak lupa diunggah. Lucu sih kesannya, tapi hal tersebut nggak bisa berlaku selamanya. Dikit-dikit diumbar mungkin merupakan hal yang wajar bagi mereka yang masih remaja, tapi berbeda halnya ketika kamu udah berumur lebih dari 25.

Bukannya dianggap wajar, kamu justru malah bisa diomongin di belakang. Parahnya lagi bisa jadi hubunganmu akan berdampak nanti ke depannya. Apalagi setelah kamu tuntaskan alasan-alasan ini. Bisa jadi kamu akan lebih bersabar dan nunggu nanti pas udah sah untuk bagi-bagi kebersamaan dengan pasangan halal.

1. Umur segitu identik dengan kedewasaan. Kalau banyak mengumbar hubungan, apa nggak malu sama umur kalian?
Umur memang tidak selalu selaras dengan tingkat kedewasaan. Namun umumnya, semakin bertambah umur, semakin bertambah pula kedewasaannya. Nah umur yang biasanya dianggap sudah dewasa ini adalah ketika kamu udah berumur lebih dari 25. Di umur yang lebih dari seperempat abad itu kamu dianggap udah mampu untuk sepenuhnya bertanggungjawab atas semua pilihan yang diambil dalam hidup.
Namun apa jadinya kalau umur yang identik kedewasaan itu justru diisi dengan sering mengumbar kemesraan? Bukankah malah justru mencederai kedewasaan yang sejak dulu kamu pupuk sendiri?


2. Kalau dikit-dikit diumbar, bisa jadi hubungan kalian malah jadi rentan. Makin terjal pula jalan menuju pelaminan
Meskipun tujuan mengumbar kebersamaan di media sosial hanya untuk berbagi kebahagiaan, tapi kamu justru harus lebih ekstra hati-hati. Sebab di situlah celah hubunganmu bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang nggak bertanggungjawab nanti. Bisa jadi ada pihak yang nggak suka denganmu, lalu dengan sengaja membuat hubungan kalian berantakan. Mimpi kalian untuk naik pelaminan pun akhirnya bisa terancam gagal!

3. Dengan nggak mengumbar hubungan, kalian jelas terhindar dari nyinyiran dan pertanyaan kapan nikah yang menyebalkan    
Pacaran di umurmu yang udah lebih dari 25 memang penuh tantangan. Salah satunya adalah pertanyaan kapan nikah yang menyebalkan. Jarang mengumbar kebersamaan di media sosial saja berpotensi diburu-burui dengan pertanyaan tersebut, apalagi kalau diumbar? Kalian justru berpotensi makin banyak mendapatkan nyinyiran orang-orang. Plus makin gencar mendapat pertanyaan kapan menikah yang semakin merisaukan hati.

Rajin amat upload foto berdua. Kapan nih kalian upload pas di KUA? 


4. Pun di umur segitu akan banyak hal yang lebih penting untuk dilakukan, daripada hanya mengumbar kebersamaan
Umur 25 (apalagi di atasnya) merupakan momen emas dalam hidup. Sebab di umur segitu, kamu pasti lagi sibuk-sibuknya. Mulai dari sibuk akan pekerjaan, sibuk dengan keluarga yang semakin jarang ketemuan, sampai sibuk cari waktu untuk bertemu dengan teman-teman terdekatmu. Nah kalau di umur segitu kamu masih sibuk umbar kebersamaan di media sosial, bukankah hal tersebut justru buatmu seperti nggak ada kerjaan? Orang-orang pun akan semakin memandangmu..
“Halah, ngapain sih masih pamer kemesraan? Udah umur segini juga~”


5. Kalau pun mau diumbar, tunggu saja pas kalian udah sah. Toh sama pasangan halalmu ini, nggak akan ada yang protes~
Kalau boleh disimpulkan sih, terus mengumbar kebersamaan sama pacar di umur segini itu nggak akan memberimu manfaat sama sekali. Selain bisa menyebabkan hubungan jadi rentan, kamu juga dianggap seperti kurang kerjaan. Kalau pun mau mengumbar sih baiknya kamu lebih bersabar lagi. Tunggu saja saatnya dia benar-benar jadi milikmu.
Selain nggak akan ada yang protes, kamu justru akan lebih banyak mendapat doa restu dari banyak orang. Doa dari mereka juga sebagian kecil dari doa restu semesta kan?


6. Seandainya belum berjodoh kalian nggak perlu repot hapus akun atau bersih-besih media sosial. Ini sih jelas no drama! 
Jejak digital itu eternal. Mau kamu hapus, tetap saja sisa-sisanya nggak akan bisa hilang. Dengan nggak mengumbar kebersamaan di media sosial ini pun kelak akan membantumu jika nanti seandainya kalian memang tak ditakdirkan bersama. Kamu nggak perlu repot bersih-bersih akun media sosial. Pun kalian juga bisa terhindar dari drama setelah bubaran. Nggak ada lagi deh cerita ‘masih nyimpan foto mantan‘ dan gagal move on dari kalian~   



sumur