Jakarta
Sebuah celotehan dengan segenap pembuktian dilakukan koreografer Jecko
Siompo. Dengan lantang dan berani Jecko mengumumkan bahwa tarian
hip-hop itu lahir di Tanah Papua, Indonesia. Benarkah?
Argumentasi tentang Papua sebagai asal budaya hip-hop dituangkan Jecko
melalui pentas tari 'We Came From The East' di Goethe Haus, Menteng,
Senin (12/4/2011). Tarian-tarian yang dimainkan oleh 10 'anak buah'
Jecko bisa dibilang tidaklah umum.
Sebagai koreografer, Jecko berusaha berpikir logis dan santai tentang
dasar --awal mula-- gerakan hip-hop masa kini. Sebut saja, seperti
gerakan melompat, robot style, break dance dan lain-lain. Alhasil,
Jecko pun kembali ke zaman purbakala di Tanah Papua.
Sulit digambarkan, gerakan 10 penari tersebut seakan asal-asalan. Ada
gerakan berjalan membungkuk, berjalan dengan tangan, melompat lalu
melata. Jecko yang jebolan seni tari Institut Kesenian Jakarta
menyebutnya gerakan tersebut 'animal pop'.
Gerakan-gerakan yang diadopsi Jecko dan 10 penarinya berasal dari
gerakan atau tingkah laku binatang. Dari kanguru, ayam, anjing laut,
monyet, hingga anjing. Tarian tersebut terus berlangsung selama 1 jam
hingga bertemu sebuah tarian hip-hop modern.
Seusai pertunjukan, detikhot menemui mantan dewan juri acara 'Lets
Dance' di Global TV itu. Di sela kesibukannya menerima ucapan selamat
dan permintaan foto bareng dari penonton, Jecko menjelaskan, pentas 'We
Came From The East' sebenarnya sebuah tesis yang ia buat sebagai
syarat lulus S2 studi Tarian Hip-Hop di Portland, Maine, Amerika
Serikat.
"Sebenarnya akar di Indonesia itu prinsip street dance itu sudah ada,
kayak anak-anak main di lantai. Lagi pula hip-hop itu kan sudah
kebiasaan orang-orang Jawa, Sumatera, Bali dan sebagainya. Kayak
gerakan menyapu halaman dengan membungkuk, mengusir ayam, itu kan
gerakan dasar hip-hop. Nah di Amerika atau di New York itu hanya
pengembangan saja," ungkap pemeran Hanoman dalam film 'Opera Jawa'
karya Garin Nugroho itu.
Menurut Jecko, mestinya hip hop bisa saja berkembang di Indonesia.
Namun, itu tidak tidak terjadi karena ketiadaan perkembangan
teknologi.
"Jadi gerakan-gerakan tarian Papua masih seperti itu-itu saja. Misalnya
saja DJ Box, itu akan terinspirasi dari rebab Betawi (alat musik
gesek), nah sekarang berkembang pakai tangan," Jecko memberi contoh.
Kesemua argumentasi tersebut suatu saat dipertanyakan oleh teman-teman
Jecko di luar negeri. Apa buktinya hip-hop lahir di Papua? "Hip-hop was
born in Papua. You don't have to believe me? But my great-grandmother
told me," begitu jawaban Jecko. "Jadi kalau tidak percaya, tanya saja
ke nenek moyang saya," lanjutnya setengah berkelakar.
Terlepas dari apakah hip-hop lahir di Papua itu hanya anekdot atau
"ilmiah", lewat tarian Jecko ingin menyampaikan sebuah semangat tentang
ketimuran. Menurutnya, saat ini Indonesia sebagai bagian dari negara
timur, telah kehilangan percaya diri.
"Suatu saat ibu saya di Papua pernah berkata, jika kamu ingin berjalan,
jangan takut dengan orang Barat. Karena sinar matahari kita duluan
yang merasakan, setelah itu baru orang Barat. Matahari kan terbit dari
timur, dalam apapun kita selangkah lebih maju. Mengapa kita tertinggal
saat ini?" ujar Jecko.
Semangat ketimuran yang tertuang dalam reportoar tari 'We Came From The
East' itu akan dipentaskan Jecko keliling dunia: Berlin (20 - 22
April), Singapore Dance Festival (19 - 20 Agustus) dan di Melbourne
International Arts Festival (19 - 22 Oktober)