menurut wikipedia.com Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini
kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah
seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya
[butuh rujukan].
Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk
mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak
keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau
tidak untuk dilanjutkan ke jenjang
khitbah (Pernikahan) - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal, Sumber:
http://duniajilbab.co.id/artikel-islami/apa-itu-taaruf/[butuh rujukan].
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan
pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i
memang diperintahkan oleh
Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah
[butuh rujukan].
Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan
dan manfaat. Karena menurut kaum Islam fundamentalis tujuan pacaran
lebih kepada kenikmatan sesaat,
zina, dan maksiat, Taaruf menurut mereka tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan
Proses taaruf
Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak
pria dan
wanita
dipersilakan menanyakan apa saja yang kira - kira terkait dengan
kepentingan masing - masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi
tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak
boleh dilakukan cuma berdua saja, harus ada yang mendampingi dan yang
utama adalah
wali
atau keluarganya. Jadi, ta'aruf bukanlah bermesraan berdua, tetapi
lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan
sebuah perjalanan panjang berdua. Ta'aruf adalah proses saling kenal
mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i, karena di dalam
islam pun tidak ada yang namanya "pacaran", dan cinta sejati itu
hanyalah milik Allah.
Tujuan Taaruf
Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan
[butuh rujukan].
Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global,
melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak
cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk
melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekadar
curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan
seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung
[butuh rujukan], bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat.
Prinsip Taaruf Pranikah Islami
1. Ta’aruf bagi yang mampu menikah
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu menikah
maka menikahlah! Karena, menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih
dapat memelihara kemaluan. Dan barang siapa tidak mampu, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai bagi syahwatnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas berisi anjuran untuk menyegerakan menikah bila memang
sudah mampu menikah, sehingga tidak ada proses ta’aruf yang perlu
dijalani bagi yang belum mampu menikah. Bagi yang belum mampu menikah
maka dianjurkan untuk banyak berpuasa, belum saatnya berta’aruf.
MAMPU menikah di sini sama artinya dengan BISA menikah. BISA menikah
bukan sekadar sudah SIAP menikah, tapi juga sudah BOLEH menikah. Sudah
siap menikah, tapi belum boleh menikah tentunya proses ta’aruf belum
perlu dijalani. Ada wali bagi seorang perempuan yang perlu dimintakan
izinnya untuk menikahkan si anak perempuan, demikian juga restu dari
orang tua bagi seorang laki-laki yang perlu diikhtiarkan meskipun tidak
ada wali bagi seorang laki-laki.
Pastikan izin dan restu menikah sudah didapat dari wali/orang tua
sebelum berikhtiar ta’aruf, selain kesiapan menikah yang sudah anda
yakini. Pastikan juga bahwa izin menikah ini adalah ‘izin menikah
segera’ setelah bertemu calon pasangan yang cocok, bukan izin menikah
setelah nanti lulus kuliah atau izin menikah setelah nanti pekerjaannya
mapan yang jangka waktunya sekian tahun ke depan.
2. Kriteria agama dan akhlak dalam pertimbangan ta’aruf
“... Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula ... (QS. An Nur : 26)
“Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya,
nasabnya, kecantikannya, atau agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya
agar selamat dirimu.” (HR. Bukhari – Muslim)
“Bila seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya meminang anak perempuanmu, nikahkanlah dia. … (HR.Tirmidzi)
Dalam pencarian sosok yang dijadikan target ta’aruf, kriteria agama
menjadi syarat utama yang tidak bisa diganggu gugat. Kriteria lain boleh
macam-macam sesuai selera, namun terkait kriteria agama haruslah yang
baik agamanya. Baik agamanya bisa dilihat dari dia yang seorang
Muslim/Muslimah, tidak meninggalkan ibadah wajibnya, memiliki akhlak
yang baik, serta memiliki semangat untuk terus berubah menjadi baik.
3. Proses ta’aruf bersifat rahasia
“Rahasiakan pinangan, umumkanlah pernikahan (HR. Ath Thabrani)
Berbeda dengan pernikahan yang dianjurkan untuk disebarluaskan,
pinangan atau lamaran pernikahan justru dianjurkan untuk dirahasiakan.
Bila pinangan perlu dirahasiakan, tentu proses ta’aruf yang mendahului
pinangan tersebut juga perlu dirahasiakan.
4. Adanya orang ketiga dalam ta’aruf
“Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena setan akan menjadi ketiganya” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Tidak ada proses ta’aruf yang dijalani berduaan saja antara pihak
yang berta’aruf, perlu pelibatan pihak ketiga untuk mendampingi proses
sehingga menutup celah setan menjadi yang ketiganya. Pihak ketiga ini
bukan berarti seorang saja, tapi bisa juga saudara atau beberapa orang
terdekat yang anda percayai untuk mendampingi selama proses ta’aruf anda
jalani. Dengan demikian tidak ada jalan berduaan, makan berduaan,
boncengan motor berduaan, naik mobil berduaan, dan kegiatan berduaan
lainnya dalam aktivitas ta’aruf. Harus ada orang ketiga untuk mencegah
‘khilaf’ yang bisa saja terjadi karena aktivitas berduaan tersebut.
Demikian juga dalam komunikasi jarak jauh lewat telepon, SMS, atau
fasilitas chat menggunakan Facebook, Whatsapp, atau BBM. Meskipun tidak
berdekatan secara fisik namun perlu diingat bahwa aktivitas zina ada
macam-macam, tidak hanya zina fisik tetapi ada juga zina hati dalam
bentuk angan-angan, khayalan, dan ungkapan mesra yang belum saatnya
diberikan. Bila hati susah dijaga, libatkan juga orang ketiga dalam
komunikasi jarak jauh ini untuk menghindari zina hati.
5. Aktivitas nazhar/melihat pihak yang berta’aruf
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya dia
akan melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad pun berkata kepadanya
“Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih
menimbulkan kasih sayang dan kedekatan di antara kalian berdua.” (HR.
Bukhari Muslim)
Kemajuan teknologi informasi berdampak pada semakin maraknya media
sosial di dunia maya. Tidak sedikit orang iseng yang menggunakan profil
palsu yang tidak menggambarkan profil diri sebenarnya. Ajakan ta’aruf
pun bisa saja disampaikan sosok palsu tersebut dengan tujuan penipuan,
atau sekadar iseng. Dengan adanya aktivitas nazhar ini, kondisi fisik
masing-masing pihak yang berta’aruf dapat diketahui dengan jelas.
Sosok yang dikenal di dunia maya bisa dibuktikan keberadaannya dengan
aktivitas nazhar ini, bukan sekadar sosok yang punya nama namun tanpa
rupa. Berkaitan juga dengan landasan di nomor empat, libatkanlah orang
ketiga dalam aktivitas nazhar ini untuk menghindari modus penipuan dan
keisengan dari orang asing yang dikenal di dunia maya.
Langkah-langkah Taaruf Pranikah Islami
1. Langkah Pertama : Ta’aruf Menggunakan CV/Biodata
Salah satu ikhtiar yang bisa dipilih untuk memulai proses ta’aruf
adalah dengan menggunakan CV/biodata ta’aruf. Penggunaan CV/biodata
ta’aruf sama fungsinya seperti penggunaan CV dalam seleksi karyawan
sebuah perusahaan. Pelamar kerja bisa mendeskripsikan profil dirinya
sejelas-jelasnya dalam CV ini, dan perusahaan pun sudah memiliki
beberapa kriteria mutlak yang harus dipenuhi pelamar kerja. Pelamar
kerja yang profilnya tidak sesuai kriteria perusahaan bisa terseleksi
dari awal proses, sehingga yang lolos seleksi CV saja yang bisa
mengikuti tahap seleksi selanjutnya. Demikian juga dalam proses ta’aruf,
apabila dari CV/biodata ta’aruf ini ternyata tidak sesuai kriteria yang
diharapkan maka proses ta’aruf bisa dihentikan di awal proses.
CV/biodata ta’aruf setidaknya berisi beberapa hal ini : Profil diri,
profil keluarga, aktivitas/kebiasaan sehari-hari, kriteria calon
pasangan (baik kriteria diri sendiri maupun kriteria dari orang
tua/wali), rencana/harapan pasca pernikahan, dan yang paling penting
adalah informasi ijin/restu menikah dari orang tua/wali. Yang belum
mendapatkan ijin/restu menikah dari orang tua/wali belum saatnya
menjalani proses ta’aruf. Kondisikan terlebih dulu orang tua/wali,
apabila sudah mendapatkan ijin/restu maka barulah proses ta’aruf bisa
dijalani. Salah satu contoh format CV/biodata ta’aruf bisa diunduh di
tautan ini : www.biodata.rumahtaaruf.com.
Selain prinsip aktivitas proses ta'aruf yang bersifat rahasia, hal
mendasar yang membedakan metode pacaran dengan ta’aruf adalah adanya
pihak ketiga yang mendampingi selama proses ta’aruf. Dengan adanya pihak
ketiga ini, kedua pihak yang berta’aruf akan terhindar dari interaksi
antar nonmahram yang tak islami, seperti jalan berduaan, makan berduaan,
boncengan motor berduaan, satu mobil berduaan, dan aktivitas berduaan
lainnya. Interaksi lewat media komunikasi jarak jauh pun harus dijaga
dan dibatasi, sehingga tidak ada aktivitas bermesraan yang belum halal
antar kedua pihak yang berta’aruf. Untuk menjaga agar tidak ada khilaf
selama proses dijalani, libatkanlah pihak ketiga tepercaya untuk menjadi
mediator ta’aruf dari awal proses hingga seterusnya. Dalam aktivitas
tukar menukar biodata, mediator bisa berfungsi sebagai ‘wasit’ yang
mengatur jalannya pertukaran biodata.
CV/biodata ta’aruf pihak perempuan bisa disampaikan mediator ke pihak
laki-laki terlebih dulu, apabila merasa cocok maka CV/biodatanya bisa
gantian dipertimbangkan oleh pihak perempuan. Bisa juga pihak perempuan
yang terlebih dulu mempertimbangkan CV/biodata ta’aruf pihak laki-laki,
apabila merasa cocok maka CV/biodatanya bisa gantian dipertimbangkan
oleh pihak laki-laki. Dengan pertimbangan psikologis laki-laki yang
lebih tegar menerima kemungkinan penolakan ta’aruf dibandingkan
perempuan, sebaiknya pihak laki-laki yang diberi kesempatan
mempertimbangkan CV/biodata pihak perempuan terlebih dulu. Apabila pihak
laki-laki merasa tidak cocok dengan CV/biodata pihak perempuan tentunya
tidak perlu diinformasikan ke pihak perempuan. Dengan demikian,
CV/biodata ta’aruf yang dipertimbangkan pihak perempuan adalah
CV/biodata laki-laki yang memang sudah cocok dengan profilnya, tinggal
keputusannya ada di pihak perempuan. Apabila merasa cocok dengan biodata
masing-masing, maka proses bisa dilanjutkan ke langkah ta’aruf
berikutnya.
2. Langkah Kedua : Ta’aruf Secara Langsung
Ta’aruf secara langsung bisa dimanfaatkan sebagai sarana penggalian
lebih jauh profil dan cara pandang masing-masing yang belum
terdeskripsikan di biodata diri. Dengan pendampingan mediator, kedua
pihak yang berta’aruf dipertemukan dan diberi kesempatan untuk bertanya
jawab dan mendiskusikan hal-hal penting yang bisa dijadikan pertimbangan
lanjut tidaknya proses ke depan. Bagi yang belum pernah kenal
sebelumnya, tahap ta’aruf ini bisa dijadikan sebagai sarana bertemu muka
secara langsung, tidak sekadar melihat lewat foto di biodata yang bisa
saja kondisinya berbeda dengan kondisi sebenarnya.
Tema pembicaraan dalam ta’aruf langsung ini tidak ada batasan, sama
halnya seperti saat berkenalan dengan kenalan baru. Namun sebaiknya
ditekankan pada hal-hal yang lebih visioner, misalnya : Bagaimana
rencana kehidupan rumah tangga setelah menikah nanti, bagaimana
menciptakan kehidupan islami di keluarga, rencana domisili tempat
tinggal, apakah berkenan bila tinggal mengontrak dulu karena belum
memiliki rumah, apakah kelak mengizinkan istri tetap bekerja atau
menginginkan istri menjadi ibu rumah tangga, dan hal-hal visioner
lainnya.
Hal penting yang juga perlu diketahui adalah mengenai target menikah
dan kesiapan menikah calon pasangan, karena pada prinsipnya ta’aruf
hanya dijalani bagi yang siap menikah segera setelah menemukan calon
pasangan yang cocok. Bagi yang baru siap menikah sekian tahun ke depan
belum saatnya berta’aruf, dan ta’aruf bisa dijalani bila waktu
kesiapannya sudah mendekat. Apabila dari ta’aruf secara langsung ini
kedua pihak merasa cocok satu sama lain, maka proses bisa dilanjutkan ke
langkah ta’aruf berikutnya.
3. Langkah Ketiga : Ta’aruf ke Keluarga
Keluarga adalah orang terdekat kedua pihak yang lebih tahu bagaimana
sikap dan kebiasaan calon pasangan dari masa kecilnya hingga kini telah
dewasa. Silaturahim ke keluarga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui
keseharian calon pasangan langsung dari keluarganya, misalnya : Apakah
hubungannya baik dengan seluruh anggota keluarganya, apakah rajin
membantu pekerjaan rumah, apakah rajin baca qurannya, ataukah sering
telah shalat subuh karena bangunnya kesiangan, dan kebiasaan sehari-hari
lainnya.
Selain itu, orang tua/wali adalah salah satu faktor penentu lanjut
tidaknya proses ke depan, selain kecocokan profil kedua pihak yang
berta’aruf. Silaturahim ke keluarga bisa dijalani sebagai sarana
perkenalan awal calon pasangan secara langsung, tidak sekadar lewat
cerita dari si anak atau dari biodata yang ditunjukkan si anak. Apabila
dari silaturahim ini pihak orang tua/wali tidak berkenan dengan profil
calon pasangan maka tidak perlu penggalian lebih jauh di langkah
selanjutnya, karena proses ta’aruf tidak sekadar proses pencarian calon
pasangan, tetapi juga proses pencarian calon menantu bagi orang tua
kedua pihak.
Apabila segan untuk silaturahim langsung ke orang tua calon pasangan
karena baru awal proses ta’aruf, bisa minta rekomendasi saudara terdekat
calon pasangan untuk penggalian lebih jauh. Pertemuan dengan saudara
terdekat tersebut bisa diagendakan di luar rumah, misalnya janjian
bertemu di acara kajian keislaman, sambil jalan-jalan santai di acara
car free day, sambil makan bakso, ataupun di kesempatan lainnya. Agar
lebih leluasa dalam penggalian informasi, calon pasangan tidak perlu
ikut serta dalam tahap ta’aruf ini, cukup saudaranya saja. Kalau
saudaranya tersebut sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka
pertemuan bisa diagendakan berduaan saja. Tapi kalau saudaranya lawan
jenis, tentunya perlu ada pihak ketiga yang mendampingi. Mintalah
tanggapan anggota keluarga tersebut terhadap profil calon pasangan, baik
itu sikap dan kebiasaan positifnya maupun sikap dan kebiasaan
negatifnya selama di rumah. Gali informasi sebanyak-banyaknya, sehingga
bisa dijadikan pertimbangan lanjut tidaknya proses ke depan.
Ada rekan yang mencukupkan diri pada penggalian informasi hingga
tahap ta’aruf ke keluarga ini, dan memutuskan untuk langsung ke tahap
yang lebih serius antar kedua keluarga. Namun, ada juga yang masih
menginginkan informasi tambahan dari rekan-rekan terdekat lainnya.
Apabila hasil ta’aruf ke keluarga ini kecenderungannya positif, namun
masih ingin mendapatkan informasi lebih banyak lagi mengenai calon
pasangan, maka bisa dilanjutkan ke penggalian informasi di langkah
ta’aruf berikutnya.
4. Langkah Keempat : Ta’aruf ke Tetangga
Di tahap ta’aruf ke tetangga, bisa diketahui bagaimanakah calon
pasangan bersosialisasi ke lingkungan sekitarnya. Informasi bisa didapat
setidaknya dari tetangga depan rumah, kanan rumah, dan kiri rumah yang
merupakan tetangga terdekat calon pasangan. Apakah hubungannya baik
dengan tetangganya, atau justru malah tanggapan buruk yang disampaikan
tetangga. Bagi pihak perempuan, penggalian informasi bisa juga dilakukan
ke pengurus masjid terdekat calon pasangan untuk mengetahui seberapa
dekat interaksi si laki-laki dengan masjid tersebut. Apabila dari
penggalian informasi ini kecenderungannya positif, maka bisa berlanjut
ke penggalian informasi di langkah ta’aruf berikutnya.
5. Langkah Kelima : Ta’aruf ke Rekan Kerja
Di tahap ta’aruf ke rekan kerja, bisa diketahui bagaimana keseharian
calon pasangan dalam aktivitasnya di lingkungan kerja. Apakah sikapnya
baik dengan rekan kerja, apakah sering telat kerja atau tidak, atau
apakah sering pulang cepat sebelum jam pulang kantor, dan lain-lain.
Penting untuk diketahui juga apakah rajin shalat jamaah tepat waktu di
lingkungan kantor, atau justru malah sebaliknya. Apabila dari penggalian
informasi ini kecenderungannya positif, maka bisa berlanjut ke
penggalian informasi di langkah ta’aruf berikutnya.
6. Langkah Keenam : Ta’aruf ke Rekan Organisasi/Komunitas
Di langkah ta’aruf ini, bisa diketahui bagaimana sikap calon pasangan
dalam lingkungan organisasi atau komunitas yang dia ikuti. Apakah
perilakunya baik dengan rekan satu organisasi, bagaimana tanggung
jawabnya saat menerima amanah, dan lain-lain. Apabila calon pasangan
ikut komunitas media sosial online, bisa juga dilihat tulisan-tulisannya
di media sosial online komunitas tersebut. Sosok yang terlihat baik di
dunia maya memang belum pasti baik di dunia nyatanya, tetapi sosok yang
baik di dunia nyata pasti baik di dunia mayanya. Apakah
tulisan-tulisannya positif dan bermanfaat, serta interaksinya dengan
lawan jenis terjaga, atau malah sebaliknya, sering menulis kata-kata
bermuatan negatif dan interaksinya dengan lawan jenis kurang terjaga.
Apabila dari penggalian informasi ini kecenderungannya positif, maka
bisa berlanjut ke langkah berikutnya.
7. Langkah Ketujuh : Istikharah dan Keputusan Ta’aruf
Setelah semua informasi mengenai calon pasangan terkumpul, saatnya
mempertimbangkan apakah akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius
atau tidak. Tidak ada manusia yang sempurna, di balik kelebihan yang ada
pastilah ada kekurangan yang menyertai. Tinggal dari masing-masing
pihak apakah bisa saling menerima kekurangan tersebut atau tidak.
Libatkan juga pertimbangan dari pihak keluarga, apakah mereka ridha dan
menyetujui apabila proses dilanjutkan, ataukah ada hal-hal yang
mengganjal sehingga keberatan bila proses dilanjutkan. Shalat istikharah
bisa dilakukan sebagai wujud penyertaan Allah dalam setiap pengambilan
keputusan, panjatkanlah doa ini setelah shalat istikharah dijalani :
“Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu.
Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau
tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan
hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkahilah aku
di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk
untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan
masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu
berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu". (HR Bukhari)”
Apabila setelah masa pertimbangan ini kecenderungannya tidak lanjut
proses, maka proses bisa diakhiri secara baik-baik, sama-sama
mengikhlaskan dan memaafkan atas proses yang telah dijalani, selanjutnya
kedua pihak bisa ikhtiar dengan rekan lainnya. Kalau kecenderungannya
lanjut proses, maka bisa diagendakan silaturahim keluarga sebagai sarana
ta’aruf antar keluarga. Kalau dari ta’aruf keluarga ini kedua keluarga
merasa cocok, maka bisa diagendakan ke tahap yang lebih serius lagi
yaitu lamaran keluarga, dan semoga dilancarkan proses seterusnya hingga
hari yang dinantikan yaitu hari pernikahan, insya Allah.
Hijrah "From Pacaran To Taaruf"
Seiring
dengan semakin dikenalnya istilah taaruf, banyak muslimah yang
mendapatkan hidayah sehingga berani memutuskan pacarnya dan memilih
jalan taaruf. Meskipun demikian, ada juga yang masih menjalani aktivitas
pacaran karena sudah “kecantol” dengan yang sosok yang disukainya.
Padahal, memutus hubungan pacaran bukan berarti harus taaruf dengan
orang yang berbeda. Bisa saja taaruf dijalani dengan mantan pacar
tersebut, tentunya dengan metode dan adab yang disesuaikan dengan
tuntunan Islam. Berikut ini beberapa langkah yang bisa dijalani untuk
beralih dari aktivitas pacaran ke taaruf Islami dengan si mantan pacar,
hijrah “From Pacaran To Taaruf”.
Hijrah Niat
Niat menjalani pacaran dan taaruf bisa saja sama-sama untuk menuju
pernikahan. Namun niat seperti itu saja belum cukup, niatkanlah untuk
ibadah, bukan sekedar niatan untuk menikah. Dengan niatan ibadah, setiap
aktivitas yang dijalani harus berlandaskan tuntunan dalam Islam, yang
mendekatkan diri ke jalan yang diridhai Allah, bukan yang dimurkai-Nya.
Hijrahkan niat, segeralah bertaubat atas aktivitas pacaran yang telah
dijalani, banyak-banyak istighfar, menyesali dan bersungguh-sungguh
untuk tidak mengulanginya lagi, selanjutnya beralihlah ke proses taaruf
yang Islami. Allah Maha Melihat, malaikat terus mencatat, dan ajal bisa
saja mendekat. Kalau si mantan pacar enggan diajak bertaubat, lebih baik
mencari sosok lain yang shalih/shalihat.
Hijrah Diri
Ikhtiar menuju pernikahan tak lepas dari persiapan diri baik dari
segi ilmu, psikis, fisik, finansial, dan orang tua yang terkondisikan,
yaitu sudah memberi restu untuk menikah. Anjuran Islam adalah menikah
bagi yang sudah mampu menikah, bagi yang belum mampu menikah dianjurkan
untuk berpuasa. Dengan demikian, memantaskan diri dan memampukan diri
merupakan sebuah keharusan sebelum berikhtiar menuju pernikahan.
Hijrahkan diri, kemudian taaruflah dengan sosok yang memang sama-sama
sudah siap menikah sehingga tidak perlu berlama-lama dalam proses
taaruf. Apabila si mantan pacar baru siap menikah setelah tahun ke
depan, lebih baik putuskan hubungan dengannya dan beralihlah ke sosok
lain yang sudah siap menikahi/siap dinikahi.
Hijrah Hati
Ketertarikan kepada lawan jenis merupakan fitrah yang ada dalam hati
manusia. Islam mengaturnya sehingga rasa cinta yang ada dalam hati ini
tidak melalaikan manusia ke cinta tertinggi kepada Sang Pencipta. Cinta
kepada Allah memiliki konsekuensi bahwa kita harus mengikuti apa-apa
yang telah disyariatkan-Nya. Cinta yang halal antar dua insan manusia
yang bertautan hati hanya ada saat keduanya sudah terikat dalam ikatan
yang sah, yaitu ikatan pernikahan.
Hijrahkan hati, jagalah hati dengan sebaik-baiknya sehingga tidak
menikmati rasa cinta yang belum halal, cinta yang belum saatnya diumbar
dan diungkapkan. Cukuplah cinta yang ada di hati itu dirasakan
sewajarnya saja hingga kelak waktunya tiba, saat akad nikah sudah
terucap yang menghalalkan rasa yang ada.
Hijrah Interaksi
Aktifitas pacaran dijalani dengan harapan agar kedua pihak bisa lebih
mengenal satu sama lain. Jangka waktunya pun bisa berbulan-bulan,
bahkan bertahun-tahun. Pacaran pun dilakukan secara berduaan saja, entah
itu jalan berduaan, makan berduaan, nonton berduaan, boncengan motor
berduaan, naik mobil berduaan, dan aktivitas berduaan lainnya. Jarang
sekali atau bahkan tidak ada pasangan berpacaran yang mengajak orang
lain untuk mendampingi selama aktivitas pacaran dijalani.
Islam memberi batasan yang jelas mengenai aturan interaksi antara dua
manusia lawan jenis non mahram, yaitu dengan adanya orang ketiga di
antara keduanya. Apabila tidak ada orang ketiga di antaranya, maka yang
menjadi ketiganya adalah setan. Karena itu, adanya orang ketiga ini
dapat dikatakan sebagai syarat mutlak sebuah proses taaruf yang Islami.
Dengan adanya orang ketiga ini, maka kedua pihak yang bertaaruf akan
terhindar dari aktivitas pacaran yang tak Islami, baik itu
pegang-pegangan, mesra-mesraan, dan tindakan yang lebih jauh dari itu.
Hijrahkan interaksi, tidak perlu menjalani pacaran karena ada metode
taaruf Islami yang lebih menenangkan dan sesuai syariat. Dengan taaruf
yang berkualitas Insya Allah prosesnya bisa dijalani dalam waktu yang
singkat saja, tidak perlu berlama-lama. Berikut ini gambaran tahapan
agenda taaruf yang bisa dijalani :
– Hari 1 : Taaruf secara langsung dengan calon pasangan didampingi
mediator. Gali sebanyak-banyaknya calon pasangan seputar profil diri,
profil keluarga, pekerjaan, aktivitas sehari-hari, rencana pernikahan
dan pasca pernikahan, dan lain-lain.
– Hari 2 : Taaruf dengan keluarganya, penggalian lebih lanjut lewat
bapak, ibu, kakak, adik, dan anggota keluarganya yang serumah. Gali
sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitas
kesehariannya di rumah.
– Hari 3 : Taaruf dengan tetangga samping kanannya, tetangga samping
kirinya, dan tetangga depan rumahnya. Gali sebanyak-banyaknya mengenai
si calon pasangan seputar aktivitas sosialisasinya dengan tetangga.
– Hari 4 : Taaruf dengan rekan kerjanya, atau atasannya langsung.
Gali sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitasnya
di dunia kerja.
– Hari 5 : Taaruf dengan rekan organisasi atau komunitasnya. Gali
sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitasnya di
organisasi dan komunitasnya.
Dengan mempertimbangkan kesibukan dan keluangan waktu kedua pihak,
bisa saja taaruf di masing-masing hari tersebut diagendakan di beberapa
pekan yang berbeda. Dengan demikian, setidaknya cukup lima pekan saja
untuk taaruf. Apabila agenda taaruf diagendakan di hari libur Sabtu dan
Ahad, bisa saja waktu taarufnya akan lebih singkat lagi, tidak lebih
dari satu bulan.
Apabila memerlukan informasi tambahan seputar kondisi psikologis dan
kondisi kesehatan calon pasangan, kedua pihak bisa meluangkan waktu
untuk mengikuti tes psikologis dan tes medis. Hasilnya pun bisa
didapatkan dalam hitungan minggu saja, tidak sampai berbulan-bulan.
Insya Allah dengan metode taaruf seperti ini informasi yang didapatkan
mengenai calon pasangan akan lebih valid karena didapat dari berbagai
sumber informasi, tanpa harus menjalani pacaran selama berbulan-bulan
bahkan sampai bertahun-tahun.
Hijrah Komunikasi
Pacaran sejatinya tidak hanya berkasih sayang dengan kedekatan secara
fisik, tetapi bisa juga terjadi “pacaran jarak jauh” lewat media
komunikasi ataupun lewat media sosial
online. Bisa dalam bentuk telepon-teleponan, SMS-an, BBM-an,
Whatsapp-an, saling mention dan DM-an lewat Twitter, ataupun berbalas komentar di
Facebook.
Instagram yang sedang naik daun pun tak luput dari aktivitas pacaran jarak jauh dengan
nge-tag
ID pacar dengan gambar-gambar romantis dan puitis di Instagram, padahal
gambar-gambar tersebut diperuntukkan bagi pasangan suami istri. Ada
juga yang saling memanggil dengan panggilan mesra yang belum saatnya
diucapkan, seperti “sayangku”, “cintaku”, dan “kekasihku”, serta
dibumbui kata-kata romantis yang belum pantas diucapkan.
Hijrahkan komunikasi, jagalah komunikasi dan hindarilah komunikasi
yang tidak perlu dengan calon pasangan. Kedua pihak bisa memblok nomer
kontak satu sama lain agar proses taaruf lebih terjaga, dan berkomitmen
untuk menjaga komunikasi hingga benar-benar perlu dilakukan. Komunikasi
bisa disampaikan lewat mediator yang menjembatani proses taaruf, tidak
disampaikan secara langsung ke calon pasangan. Dengan demikian hal-hal
yang akan disampaikan ke calon pasangan akan tersaring dengan
sendirinya, karena kedua pihak pastinya akan malu menyampaikan hal-hal
yang tidak pantas disampaikan melalui mediator tersebut.
Berkomunikasilah secara langsung dengan calon pasangan bila memang
sudah saatnya diperlukan, yaitu dalam rangka persiapan pernikahan. Tidak
perlu menyapa dengan sapaan “sudah makan belum”, “sudah shalat belum”,
dan sapaan lain yang tidak perlu diucapkan, karena Insya Allah calon
pasangan bukan anak kecil yang perlu terus diingatkan. Hindarilah
telepon-teleponan berjam-jam, karena cukup beberapa SMS bisa disampaikan
untuk koordinasi persiapan pernikahan.
Sebelum ijab kabul terucap syariat tetaplah membatasi, termasuk dalam
hal pengungkapan rasa di hati. Jangan tergoda untuk berkomunikasi yang
tidak perlu disampaikan, karena hati manusia sangat rawan dengan godaan
setan. Bila kelak anda berdua telah diikat dalam ikatan halal
pernikahan, bolehlah anda berkomunikasi dengan sesering-seringnya
perhatian, dan semesra-mesranya panggilan.
PERBEDAAN PACARA DAN TAARUF
Ta’aruf diartikan sebagai perkenalan. Namun dalam praktek sehari-hari
ada yang menggunakan kata taaruf sebagai suatu proses sebelum ikhwan dan
akhwat menjalani pernikahan. Dalam taaruf, mereka saling mengenalkan
keadaan diri masing-masing, bila cocok bisa dilanjutkan ke proses
khitbah dan bila tidak maka proses akan dihentikan. Mungkin seperti itu
secara sederhananya, walaupun pada prakteknya bisa begitu rumit dan
kompleks.
Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2 orang (biasanya
lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena
adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang
terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga
dirinya masing2. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada rencana
pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan
bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat
dan ada yang masih lama rencana nikahnya. Namun, persepsi umum dari
pacaran adalah aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang
masih belum resmi menjadi suamu istri. Kedekatan itu bisa kedekatan
secara fisik dan bisa jadi kedekatan komunikasi.
Banyak orang-orang yang berniat ta’aruf namun dalam prakteknya mereka
berbuat aktivitas seperti layaknya orang pacaran. Sehingga niat menikah
pun menjadi tertunda gara-gara mereka sudah merasa dekat, dan mereka
puas dengan kedekatan itu sehingga tidak jadi memikirkan ke arah
pernikahan.
Adapun perbedaan pacaran dengan ta’aruf yaitu:
1. Tujuan
- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada
kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan
antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa
nikah dan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.
2. Kapan dimulai
- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah
adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta
materi.
- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau
saat butuh temen curhat, atau yang lebih parah saat taruhan dengan
teman.
3. Pertemuan
- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab bertamu biasa,
dirumah sang calon, atau ditempat pertemuan lainnya. Hanya semua itu
harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam.
Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau
dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan
berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan
menggunakan alasan ta`aruf. Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit
lebih baik karena menghindari zina hati.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya
sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali
dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan
menyertai keduanya.”
Selama pertemuan pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa
saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti
selama mengarungi kehidupan, kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta
keinginan di masa depan.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau
cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik
ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat.
Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan
asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.
Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita yang hendak dilamar
adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui
seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup),
karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi
maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada
wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman
atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk
menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut
karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini
termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun
menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita
yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk
meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
- pacaran : pertemuan yang dilakukan hanya berdua saja, pagi boleh,
siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain
juga ngga apa-apa. Pertemuannya di rumah sang calon, kantor, mall, cafe,
diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik dll.
Frekuensi pertemuan lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu. Adapun
yang dibicarakan cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol
ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.
4. Lamanya
- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak,
lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa sehari,
seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.
5. Saat tidak ada kecocokan saat proses
- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan
proses stop dengan harus cara yang baik dan menyebut alasannya.
- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup.
6)} Kira-kira hal apa saja yang perlu diketahui atau diperhatikan dari pasangan ta’aruf agar merasa tidak tertipu?
Adapun yang perlu kita ketahui dari pasangan ta’aruf kita (diambil dari
http://www.eramuslim.com) yaitu:
Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki
komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah
ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah
sesuai arahan NabiNya (Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam)?
Kedua, amati bagaimana caranya mengatasi masalah hidup. Apakah ia
mencari arahan dari Al Qur’an atau Sunnah Nabi ? Apakah ia cukup sabar
dan tidak mengeluh dan menyalahkan nasib?
Ketiga, kenali bagaimana calon anda dalam menghadapi saat-saat senang
atau gembira? Apakah ia mudah bersyukur? Apakah dalam bergembira ia
tidak berlebihan?
Keempat, bagaimana caranya berinteraksi dengan anda dan orang lain?
Apakah mudah berkomunikasi atau sulit? Apakah sering mengumbar janji
muluk dan kata pujian? Dalam berbicara apakah siap bermusyawarah atau
lebih suka menang sendiri? Apakah ia mudah menghargai orang lain?
Kelima, tentang sikap dan pandangannya tentang diri sendiri? Apakah ia
terlalu percaya diri? Ataukah percaya diri secara proporsional dan
berdasar? Apakah ia minder dan mudah putus asa?
Keenam, tentang sikap terhadap ilmu, apakah berwawasan luas dan mau
belajar ataukah lebih suka membatasi minat dan perhatiannya terhadap
hal-hal yang sempit?
Ketujuh, bagaimana sikapnya terhadap atasan dan bawahan dirinya? Apakah
ia terlalu takut pada atasan? Apakah ia sewenang-wenang terhadap
bawahan?
Kedelapan, kenalilah selera-seleranya, apakah ada yang sangat
bertentangan dengan anda sendiri? Apakah tidak bisa saling memahami
perbedaan selera ini?
Kesembilan, kenali keluarganya. Apakah ada hal-hal yang perlu menjadi
catatan seperti apakah calon mertua sangat dominan terhadap anaknya
ataukah biasa-biasa saja?
Mungkin masih banyak contoh-contoh pertanyaan dan pengamatan yang dapat
diujikan kepada calon pasangan. Cari tahulah dengan berbagai cara, baik
bertanya langsung, bertanya ke pada orang-orang dekatnya atau
mengamati.
Sesudah mengumpulkan berbagai bahan ini, kemudian diskusikanlah dengannya beberapa hal berikut:
1. Bagaimana atau dari mana akan mengambil sumber hukum dalam kebijakan
rumahtangga? Darimana sumber hukumnya dan bagaimana proses penetapan
keputusannya?
2. Bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat dan ke mana mencari penengah?
Diskusikan juga berbagai hal kecil namun mungkin penting, misal akan
tinggal di mana kelak? Dari mana sumber penghasilan keluarga? Apakah ada
diantara anda berdua yang masih ingin melanjutkan sekolah? Apakah istri
kelak akan bekerja? Bagaimana mengasuh anak? Dan masih banyak lagi,
namun pilihlah yang bagi anda lebih penting.
Jika ha-hal ini sudah dibicarakan dan ternyata tak ada masalah atau
perbedaan pendapat yang terlalu tajam antara anda berdua, barulah dapat
dikatakan Insya Allah anda berdua cocok. Wallahua’lam .
7)} Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka adakalanya
ia berhasil lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula
ia tidak berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal? Ada
empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf yaitu :
Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih
baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada
kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan?
Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa
perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya.
Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi.
Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang
gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan
demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna
SUMBER